1. Seoarang pendidik harus mampu memberikan rasa sayang kpd murid-muridnya dan memperlakukan merk seperti anak sendiri.
2. Seyogyanya seorang pendidik itu tidak terlalu menuntut gaji, balasan dan ucapan terima kasih dalam melaksanakan tugasnya, tetapi hendaklah dia mengajarkan ilmu hanya karna Allah , dan keridhaanNya. Jangalah seorang pendidik merasa berjasa bagi orang lain, walaupun seorang pendidik itu memang berjasa bagi murid2nya. Akan tetapi kemuliaan serang pendidik itu apabila ia dapat membawa anak didiknya lebih dekat kpd Allah melalui ilmu yang diajarkannya.
3.Seorang pendidik harus selalu memberikan nasehat akan segala hal kpd murid2nya.
4. Seorang pendidik ketika mencegah muridnya dari prilaku yg buruk dengan cara pendekatan jika hal itu memungkinkan, tidak dengan mencegahnya secara langsung dan dengan penuh kasih sayang.
5. Seorang pendidik haruslah memiliki wawasan yang luas dan tidak tertutup untuk menguasai disiplin ilmu lain, bukan hanya ilmu-ilmu yang menjadi bidang spesialisasinya.
6. Seorang pendidik/guru harus mengetahui kemampuan murid dan keterbatasan akal pikirannya, agar dapat mempertimbangkan setiap murid berdasarkan kemampuan intelektualitas dan pemahamannya, sehingga mereka mampu menerima ilmu yang diajarkan.
7. Sebaiknya dalam mengajarkan ilmu gunakanlah cara yang sederhana , tegas, mudah, dan janganlah menyampaikan sesuatu secarapanjang lebar sedang anak didik sudah merasa mengerti dengan jelas, karena itu akan menurunkan selera anak didik akan suatu penjelasan, gangguan pada hatiny dan mendorongnya untuk pelit terhadap pelajaran.
8. Sebaiknya seorang guru mengamalkan segala hal yang pernah diajarkannya, janganlah berkata yang bertentangan dengan apa yang dilakukannya.
Selengkapnya...

Selasa, 28 Agustus 2007
Tugas seorang pendidik
Minggu, 24 Juni 2007
Alam takambang...
Alam Takambang Jadi Guru
Anak Belajar dari Kehidupannya
Jika seorang anak hidup dalam suasana penuh kritik,
ia belajar untuk menyalahkan.
Jika seorang anak hidup dalam permusuhan ,
Ia belajar untuk berkelahi
Jika seorang anak hidup dalam ketakutan,
Ia belajar untuk gelisah.
Jika seorang anak hidup dalam ejekan,
Ia belajar bagaimana iri hati.
Jika seorang anak hidup dalam rasa malu,
Ia belajar memaki.
Jika seorang anak belajar hidup dengan celaan,
Ia belajar memaki.
Jika seorang anak hidup dengan cemoohan,
Ia belajar rendah diri.
Jika seorang anak hidup dalam penghinaan,
Ia belajar menyesali diri.
Jika seorang anak hidup dalam belas kasihan diri,
Ia belajar mudah memaafkan dirinya sendiri.
Jika seorang anak hidap dalm suasana toleransi,
Ia belajar menahan diri.
Jika seorang anak hidup dalam dorongan dan motivasi,
Ia belajar untuk percaya diri.
Jika seorang anak hidup dalam menghargai orang lain,
Ia belajar untuk setia dan sabar.
Jika seorang anak hidupnya diterima apa adanya,
Ia belajar untuk mencintai orang lain.
Jika seorang anak hidup dalam suasana rukun,
Ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri.
Jika seorang anak hidupnya dimengerti,
Ia belajar untuk mempunyai cita-cita.
Jika seorang anak hidup dalm suasana adil,
Ia belajar akan kemurahan hati.
Jika seorang anak hidup dalam kejujuran dan sportivitas,
Ia belajar akan kebenaran dan keadilan.
Jika seorang anak hidup dalam rasa aman,
Ia belajar percaya kepada dirinya sendiri dan orang lain.
Jika seorang anak hidup penuh dalam persahabatan,
Ia belajar bahwa dunia ini merupakan suatu tepat yang indah untuk hidup.
Jika seorang anak hidup dalam ketentraman,
Ia akan hidup dalam ketenangan bathin.
Jika seorang anak hidup dengan kasih saying,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan ini.
Selengkapnya...
Pendidikan
M. Arifin :
“Khawatir bahwa apabila kemajuan IPTEK yang –hanya amat- mengandalkan kecerdasan rasio, sampai pada batas-batas tertentu, dapat mengerosikan benteng-benteng nilai-nilai idealisme, humanisme semakin menuju ke arah rasionalisme, pragmatisme dan relativisme.
Berbagai akibat muncul kepermukaan, antara lain ialah nilai-nilai kehidupan umat manusia lebih banyak didasarkan pada nilai kegunaan kelimpahan hidup materialistic, sekularistik, dan hedonistic serta agnonistik yang menafikan aspek-aspek etika-religius, moralitas dan humanistic (al-insaniyah)” .
Arnold Tonybee :
Bahwa-setidaknya- ada dua hal yang melanda peserta didik pada era modern dewasa ini, yaitu kosongnya jiwa peserta didik dari nilai-nilai spritual dan tegarnya dimensi materialistic pada kehidupan manusia modern . Atau sebaliknya dengan lebih dominan aspek spritual dan melepaskan aspek material (iptek).
Untuk melepas dua hal tersebut, maka peserta didik memerlukan nilai spritual dan memahami ajaran agamanya secara totalitas,-yang menurutnya lagi- adalah spirit Islam dengan nilai-nilai moralnya yang tinggi untuk kebahagiaan kehidupan peserta didik sebagai khalifah di muka bumi.
Bahwa-setidaknya- ada dua hal yang melanda peserta didik pada era modern dewasa ini, yaitu kosongnya jiwa peserta didik dari nilai-nilai spritual dan tegarnya dimensi materialistic pada kehidupan manusia modern . Atau sebaliknya dengan lebih dominan aspek spritual dan melepaskan aspek material (iptek).
Untuk melepas dua hal tersebut, maka peserta didik memerlukan nilai spritual dan memahami ajaran agamanya secara totalitas,-yang menurutnya lagi- adalah spirit Islam dengan nilai-nilai moralnya yang tinggi untuk kebahagiaan kehidupan peserta didik sebagai khalifah di muka bumi.
Selengkapnya...