Senin, 04 Oktober 2010

Mengubah Kebisaan menjadi kecintaan Membaca dan Menulis

Oleh : Hernowo


“Janganlah rumahmu kamu jadikan kandang—hanya roti dan air yang kamu sediakan. Sediakan pula buku-buku di rumahmu sehingga apabila ruhanimu haus dan lapar, ruhanimu dapat mendapatkan minuman dan makanannya.”
ALI SYARI`ATI

Kami menggunakan (lebih tepat: menggabungkan) dua kegiatan, yaitu membaca dan menulis, karena apabila dua kegiatan ini digabungkan, efeknya akan lebih dahsyat ketimbang dua kegiatan tersebut dilakukan secara terpisah atau sendiri-sendiri. Dalam istilah kami, penggabungan dua kegiatan membaca dan menulis tersebut kami sebut sebagai “mengikat makna”: membaca memerlukan menulis (mengikat) dan menulis memerlukan membaca.

“Membaca dapat menghindarkan seseorang terserang demensia (penyakit rusaknya jaringan saraf otak).”
DR. C. EDWARD COFFEY

Kemudian, slogan kami adalah ingin "mengubah kebisaan menjadi kecintaan membaca dan menulis". Slogan ini kami sandarkan pada ucapan seorang penulis buku anak-anak asal Australia, Paul Jennings, yang menciptakan buku sangat bagus tentang bagaimana menanamkan kecintaan membaca sejak dini. Judul buku tersebut The Reading Bug dan telah kami alihbahasakan menjadi Agar Anak Anda Tertular “Virus” Membaca (Penerbit MLC, 2006).

Dalam buku tersebut, kami menemukan kata-kata Jennings yang sangat bagus yang membuat kami sadar tentang apa sesungguhnya makna membaca dan menulis itu. Jennings berpesan kepada kami sebagai berikut: “Menulis (dan juga membaca—Hernowo) adalah keperluan pribadi bukan kerja (atau tugas) karena di dalamnya ada kesenangan dan manfaat untuk kehidupan sehari-hari. Ada nilai yang tak terukur di dalam menulis (dan juga membaca).”

“Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam yang traumatis akan menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik.”
DR. JAMES W. PENNEBAKER

Berdasarkan hal-hal yang telah kami sebutkan di ataslah klinik ini kami coba operasikan dengan maksud untuk membuat perpustakaan tidak sekadar menyediakan buku-buku, komunitas baca-tulis dapat menjalankan aktivitas yang sangat kaya dan memberdayakan, serta masyarakat luas yang benar-benar ingin meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dapat memiliki rujukan ke mana mereka akan bertanya (berkonsultasi) apabila mereka menjumpai persoalan-persoalan baca-tulis.
Perpustakaan yang didirikan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga swasta, di pelbagai pelosok negeri, tetaplah sangat penting. Apa jadinya apabila sarana membaca tidak tersedia? Juga peran komunitas baca-tulis dalam menggerakkan masyarakat luas untuk mau dan mampu membaca sangatlah diperlukan. Namun, siapa yang akan menjaga semangat dan gairah para penggiat dan penggerak baca-tulis itu? Siapa yang akan mendukung kiprah mereka yang sangat penting itu? Siapa yang akan menjadikan perpustakaan efektif dan "hidup"?
Kami, Penerbit Mizan—khususnya lewat unit kegiatan kami bernama Mizan Learning Center (MLC)—ingin memberikan dukungan terhadap pendirian perpustakaan dan juga aktivitas pelbagai komunitas baca-tulis. Melalui pendirian Klinik Baca-Tulis MLC, kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dapat ditumbuhkan kegairahan bukan saja membacanya tetapi juga menulisnya. Kami ingin mengubah kebisaan membaca dan menulis mereka menjadi kecintaan membaca dan menulis karena kami sadar bahwa membaca dan menulis adalah sebentuk keterampilan yang perlu dibiasakan. Dan kami dirikan klinik ini untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat luas dalam membantu mereka memecahkan problem baca-tulis.

“Hasil-hasil riset dengan jelas menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca.”
DR. STEPEN D. KRASHEN

Mengapa Klinik?
Secara bahasa “klinik” mempunyai tiga arti. Pertama, bagian rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran mengadakan pengamatan terhadap kasus-kasus penyakit yang diderita para pasien. Kedua, balai pengobatan khusus, seperti “klinik keluarga berencana” atau “klinik penyakit paru-paru”. Ketiga, organisasi kesehatan yang bergerak di dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu macam gangguan kesehatan.
Meskipun tak begitu persis, kegiatan Klinik Baca-Tulis (KBT) memang ingin meniru rumusan “klinik” sebagaimana disampaikan di atas. Pertama, KBT ingin dianggap sebagai bagian penting dari perpustakaan (baik perpustakaan publik maupun privat), dan dapat digunakan untuk mendata masyarakat yang gemar membaca atau apa saja persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat tertentu terkait dengan kegiatan membaca dan menulis. Kedua, KBT secara khusus dapat menjadi rujukan bagi masyarakat yang ingin membincangkan ihwal baca-tulis dan juga bagaimana memilih buku-buku yang bergizi, misalnya. Hal kedua ini dimungkinkan karena, di tengah masyarakat kita, belum banyak tersedia sosok yang kompeten yang bisa ditanya apabila ada orang yang ingin mengatasi problem membaca atau menulis. Ketiga, kelak, entah kapan, setiap perpustakaan akan memiliki KBT untuk mendampingi pengoperasian perpustakaan agar perpustakaan bukan hanya menyediakan sarana membaca tetapi juga berfungsi sebagai penyebar “virus” cinta membaca dan menulis.

Tujuan Klinik Baca-Tulis
Pertama, menyediakan tempat bagi masyarakat luas yang ingin mengobrolkan kegiatan baca-tulis yang memberdayakan (membuat mereka bertambah senang membaca dan menulis dan jika ada problem membaca dan menulis mereka pun mudah mengatasinya dalam waktu cepat).

“Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
ALI BIN ABI THALIB
Kedua, menyediakan “dokter” yang sangat kompeten yang siap melayani masyarakat dalam memecahkan problem-problem membaca dan menulis kapan pun mereka memerlukannya (bisa lewat online [SMS dan e-mail] maupun offline).
Ketiga, mengubah kebisaan membaca-menulis menjadi kecintaan membaca-menulis (“mengikat makna”)—masyarakat menjadi terbiasa untuk membaca buku dan mengisi waktu luangnya untuk membaca dan menuliskan (“mengikat”) hasil-hasil penting dari kegiatan membacanya).
Keempat, membangun lingkungan yang benar-benar “ramah” baca (anak-anak dapat menyaksikan lewat mata dan kepalanya sendiri bahwa membaca dan menulis itu mengasyikkan; mereka dapat melihat hal itu di mana-mana ketika orang sedang menunggu di tempat praktik dokter, di taman-taman yang asri, di perjalanan, dan juga di siaran-siaran televisi yang menyerbu masyarakat selama 24 jam penuh).
Kelima, menciptakaan “teladan-teladan” membaca, khususnya para pustakawan-pustakawati, orangtua, guru, dan tokoh masyarakat (apakah mungkin masyarakat luas dapat menjalankan kegiatan membaca dan menulis secara bersemangat, bergairah, dan berkelanjutan apabila di tengah-tengah mereka sangat kurang figur-figur atau teladan-teladan yang mau dan mampu membaca-menulis secara mengasyikkan?).
Bagaimana Mengoperasionalkan Klinik

“Dalam makna yang sungguh-sungguh, sebenarnya orang yang membaca kepustakaan yang baik telah hidup lebih daripada orang-orang yang tak mau dan tak mampu membaca.... Adalah tak benar bahwa kita hanya punya satu kehidupan yang kita jalani. Jika ita bisa membaca, kita bisa menjalani berapa pun banyak dan jenis kehidupan seperti yang kita inginkan."
S.I. HAYAKAWA

Dalam tahap sangat awal, klinik ini hanya menyediakan orang-orang yang dapat dijadikan rujukan dalam membincangkan kegiatan membaca dan menulis. Orang-orang tersebut, selain memahami dan menguasai persoalan membaca dan menulis, juga benar-benar telah menjadi “teladan” membaca dan menulis (“mengikat” sesuatu yang bermakna yang diperoleh dari membaca). Mereka benar-benar bukan hanya bisa tetapi juga cinta membaca dan menulis.
(Untuk keperluan tersebut, KBT akan menyediakan buku-buku “bergizi” yang dapat membekali masyarakat luas dalam meningkatkan kemampuan membaca-menulis dan, terutama, buku-buku yang memang mengasyikkan yang mampu merangsang gairah mereka dalam membaca dan menulis. Buku-buku tersebut, antara lain, adalah Mengikat Makna [ada tiga buku], Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, Quantum Reading, Quantum Writing, Vitamin T, dan 7 Warisan Berharga).
Dalam tahap selanjutnya, para “teladan” membaca tersebut akan terus meningkatkan diri sehingga menjadi “dokter” (benar-benar memiliki keahlian-tinggi dalam) membaca dan menulis. Mereka tidak hanya menjadi tempat rujukan masyarakat untuk memecahkan problem membaca dan menulis tetapi juga menjadi salah satu “penggerak” (pembangkit semangat dan gairah) masyarakat dalam membiasakan diri menjalani kegiatan membaca dan menulis setiap hari

Tidak ada komentar: